UNPAS Seminar Lokakarya Guna Penguatan Keislaman Dan Kesundaan Di Unpas Daftar Berita
Seminar Lokakarya Guna Penguatan Keislaman Dan Kesundaan Di Unpas
CATEGORY:
Seminar Lokakarya Guna Penguatan Keislaman Dan Kesundaan Di Unpas

Seminar Lokakarya “Penguatan Keislaman Kesundaan Universitas Pasundan”. (Foto: Rico B)


BANDUNG, unpas.ac.id – Seminar Lokakarya “Penguatan Keislaman Kesundaan Universitas Pasundan” digelar di Aula Mandalasaba Ir. H. Djuanda Kampus II Unpas Tamansari, Rabu (26/6/2024).

Narasumber dalam seminar lokakarya ini diantaranya Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan Prof. Dr. Ali Anwar Yusuf, M.Si, Rektor Unpas Prof. Dr. H. Azhar Affandi, S,E., M.Sc., Wakil Rektor Bidang Belmawabud Unpas Prof. Dr. Cartono, M.Pd. , M.T, Ketua LPPSI Unpas Dr. H. Tata Sukayat, M.Ag dan Ketua LBS Unpas Dr. H. Wawan Setiawan, M.Sn. Serta dihadiri oleh Dekan FKIP Unpas Dr. Hj. Dini Riani, S.E., M.M, Dekan FEB Unpas Dr. Juanim, S.E., M.Si., Dr. Kunkunrat, M.Si. dan Plt Dekan FISS Unpas Dr. Hj. Senny Suzanna Alwasilah, M.Pd. dan civitas akademika lainnya.

Visi Unpas

Rektor Unpas menyampaikan sosialisasi Visi Unpas “Menjadi Universitas Kewiraswastaan yang dijiwai nilai Keislaman dan Kesundaan di tahun 2037” pada seminar lokakarya ini.  Menurutnya hingga saat ini Unpas masih konsisten dan komitmen mengusung core identity yang bersumber dari core value nilai-nilai Islam dan budaya Sunda sebagai pola ilmiah pokok, guna mewujudkan visi Universitas Pasundan.

Core value ini bukan sekedar identitas semata, tetapi tentu harus kita wujudkan dan kita implementasikan,” katanya.

Prof. Azhar mengatakan visi Unpas telah bertransformasi dari visi lama ke visi baru. Visi lama yaitu menjadi komunitas akademik peringkat internasional yang mengusung nilai Sunda dan Islam. Berdasarkan statuta Unpas Tahun 2023 telah dirumuskan visi baru menjadi Universitas Kewiraswastaan yang dijiwai nilai keislaman dan kesundaan.

“Namun yang perlu kita garisbawahi, bahwa perubahan visi ini yang cukup signifikan dengan merubah kalimat menjadi komunitas akademik peringkat internasional, ke visi baru menjadi universitas kewiraswastaan, jadi menurut saya tentunya mengandung konsekuensi terhadap muatan kurikulum,” ujar Rektor.

Disamping itu, Rektor menyebut LPPSI dan LBS sebagai koordinator dan fasilitator yang sangat strategis harus berkolaborasi guna mengimplementasikan core value dengan semua unit-unit fakultas di lingkungan Unpas.

“Hal ini agar prodinya dapat menyesuaikan kurikulum yang dibutuhkan mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan Islam Disiplin Ilmu serta Budaya Sunda,” katanya.

Prof. Azhar berharap acara seminar ini dapat menghasilkan pembaharuan, arah muatan kurikulum sebagai pedoman para dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam, Islam Disiplin Ilmu dan Budaya Sunda yang relevan dengan visi Unpas.

Menguatkan Jati Diri Bangsa dengan Nilai Agama dan Budaya

 

Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan Prof. Ali pada seminar lokakarya ini menyampaikan jati diri bangsa yaitu konsep yang merangkun identitas kolektif yang dimiliki suatu bangsa. Nilai-nilai, norma dan karakteristik yang membedakan suatu bangsa dari bangsa lainnya.

“Globalisasi membawa perubahan yang cepat, memengaruhi budaya, agama, dan sistem nilai masyarakat,” ujarnya.

Menurutnya memahami dan menghargai bangsa adalah kunci mempertahankan keunikan dan keberlanjutan suatu bangsa serta nilai-nilai agama dan budaya berpengaruh membentuk ada jati diri bangsa.

Prof. Ali mengatakan jati diri bangsa yang kokoh dan solid merupakan hasil dari integrasi harmonis antara nilai agama dan budaya. Kedua elemen ini memberikan pondasi yang kuat bagi pembentukan karakter dan identitas nasional, serta menjadi panduan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan perubahan zaman.

“Melalui pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-nilai agama dan budaya, suatu bangsa dapat menjaga keutuhan dan keberlanjutan jati dirinya,” tandasnya.

Membumikan Budaya Sunda di Lingkungan Universitas

Sementara Ketua LBS Unpas Hawe Setiawan mengatakan lahir dan besar di tatar Sunda sudah menjadi nasib. Menurutnya kesanggupan seseorang menjadi manusia pun sudah menjadi pilihan.

Dalam Bahasa Sunda Hawe menuliskan tulisan dari Wahyu Wibisana (1935-2014)

“Nu ka dieu, nu di dieu, nu ti dieu

Mangka jalakharupatan

Carek siksa kandang karesian

Sang amaca mawa sukma

Nurut ma ujar Rahayu

Jung jeung pung”

“Almamater pasundan, lingkungan warga kampus beda-beda generasi,” kata Hawe.

Sinergitas Konstruktif Keislaman dan Kesundaan

 

Dr. Tata mengatakan dalam paradigma sekularistik Islam sebagai ajaran “langit diturunkan dijazirah Arab oleh seorang Nabi sedangkan Sunda sebagai etnik dengan ajaran “bumi” diturunkan di nusantara oleh kepala suku (puun). Mengawinkan keduanya suatu hal yang tidak mungkin.

“Relasi ini menghasilkan ekspresi keberagaman Nyunda tidak Nyantri atau Nyantri tidak Nyunda,” katanya.

Ia menyebut gerakan ini bersifat etno-religious, yaitu pengentalan formalisasi agama dan etnik dalam bentuk ekstrem yang dihubungkan dengan primordialisme kesukuan. Berdasarkan paradigma integralistik Islam sebagai ajaran dan Sunda sebagai ajaran. Paradigma ini berkesimpulan bahwa mengamalkan ajaran Sunda sama dengan mengamalkan ajaran Islam.

“Sunda mah, sudah Islam sebelum Islam. Gerakan ini bersifat Deistik (Faith without Religion), paham agama yang mengutamakan substansial dan mengabaikan ritus juga simbol keagamaan dan kebudayaan secara formal,” jelasnya.

Sedangkan paradigma simbiotik menjelaskan pola relasi air dengan bejana. Islam sebagai air dan Sunda sebagai bejana. Paradigma ini memposisikan Islam sebagai ajaran dan Sunda sebagai etnik penerima ajaran.

Dr. Tata mengatakan membumikan nilai Keislaman dan Budaya Sunda bisa melalui pendekatan struktural, pendekatan kultural dan pendekatan virtual.

“Karakter baik menyampaikan yang diamalkan dan mengamalkan yang disampaikan,” katanya.

Arah Kebijakan dan Strategi Unpas Mewujudkan SDM Nyunda, Nyantri, dan Nyakola

Pada sesi terakhir Wakil Rektor Belmawabud Prof. Cartono menerangkan Unpas memiliki Pola Ilmiah Pokok (PIP) sebagai suatu identitas yang bersumber dari nilai-nilai Islam dan Budaya Sunda yang dikenal dengan Trijatidiri UNPAS, yakni:

  1. Pemahaman Nyantri, Nyunda, Nyakola
  2. Pemahaman Pengkuh Agamana (Spiritual Quotient), Jembar budayana (Emmotional Quotient), Luhung Elmuna (Intelegent Quotient).

“Bagaimana kita mewujudkannya di dalam kehidupan. Kita posisikan Islam adalah sebuah sistem. Bagaimana agar wujud struktur itu adalah praktek dalam keseharian,

Prof. Cartono mengatakan menjadi dosen atau mahasiswa untuk sukes menjalani kehidupan dunia maupun akhirat memang berat, tapi hidup adalah pilihan. “Mari kita jadikan unpas tidak hanya investasi dunia tapi menjadi investasi akhirat,” ajaknya. (Rani)