BLOG Murid yang hatinya bersinar Daftar Berita
Murid yang hatinya bersinar
CATEGORY:
Murid yang hatinya bersinar


Kulitnya berwarna gelap, namun wajahnya selalu nampak manis jika bertatap mata denganku.

Di kelas ia nampak lebih dewasa.Itu sebab temannya sering memanggil "Kakak"
Tapi ia tetap easy going. Dia tetap berani mengingatkan kawannya yg ribut saat guru membahas pelajaran.

Terkadang ia tidur waktu pelajaran, tapi ketika dikasih latihan soal jangan ditanya. Semua soal yg dikasih pasti dilahap habis dengan cepatnya.

Namun kali ini bukan itu yg ingin kubahas. Bukan tentang Cinta segitiga, juga bukan tentang segi empat. Pokoknya bukan tentang matematika

Ada hal yg jauh lebih penting dari itu. Sesuatu yag akhir- akhir ini sering menetap di dalam otakku.

Ini tentang ikrar murid sekolah.
Janji yang setiap upacara di ulang-ulang.

"Menghormati orang tua dan guru"

 

*Ahad, 11 Maret 2018

Kami tengah berada dalam sebuah bus. Bus ini akan megantarkan kami menuju Singosari, Malang.

Semua siswa telah duduk manis didalam kendaraan besar ini.
Sayangnya, semua guru pendamping terpaksa berdiri di tengah bus. Karena kursi yg tersedia lebih sedikit dari penumpang.

Setelah sebelumnya lelah 12 jam di kereta, 4 jam muter-muter kampung warna warni,kampung 3D dan kampung Biru untuk mendampingi anak-anak tentunya, terakhir harus berdiri dua jam melawan letih didalam bus ini.
*fiuhhhhh...

Sempat terbersit di hati, pasti ada murid yg mau menawari duduk nih.

Sepuluh menit berlalu, mereka asik ngobrol.

Sepuluh menit kemudian, mereka mulai tak sadarkan diri.

Lima menit berselang, hampir semuanya tertidur.

Tak ada satupun murid yg menawarkan kursinya.

Sunyi.
Sedih.
Hanya suara mesin yg menderu.
Aku berpikir.

Ya Allah, setelah mereka dewasa nanti dan jika menemukan seorang renta yg berdiri di dalam bus semoga ada kepedulian untuk berkorban.

Ya Robbi, jika mereka besar nanti dan menemukan ibu hamil berdiri dalam bus,semoga mereka bersedia menyerahkan kursinya.

Meski sempat muncul rasa sedih.
Aku tetap berpikir positif.
Mereka tak menawari duduk karena gurunya masih muda dan kuat.
Aku yakin itu.

Sampai kemudian terdengar

"Ustadz, duduk aja disini. Pasti capek kan?"
Muridku yg berkulit gelap itu terbangun dan memintaku duduk.

"Allah, terima kasih. Ternyata masih ada"
Ucapku dalam hati.

Dari lima puluh delapan siswa,ada satu orang yg begini saja sudah sangat membahagiakan.

Saat harapan surut.
Saat kepercayaan meluntur.
Saat keyakinan memudar.
Allah mengirimkannya, seolah ingin meyakinkanku bahwa tidak semua muridmu kehilangan rasa peduli.
Masih ada murid yg menyimpan rasa hormat.

Aku tersenyum padanya.

"Terima kasih nak, insyaa Allah masih kuat. Biar antum aja yg duduk. Simpan energi, besok-besok akan sibuk"

Jawabku menanggapi permintaannya.

Kaulah murid sekaligus guru bagiku. Murid yg hatinya bersinar bagai matahari.

Terkadang kita hanya membutuhkan sedikit perhatian. Tidak benar-benar ingin duduk sebenarnya, hanya ingin tahu saja adakah yg menyadari keberadaan kita?

Dan hari ini.
Aku semakin menyadari
Dibalik sikap acuh mereka, ada andil besar dari tugasku sebagai orang tua kedua mereka.

Aku terlalu ideal membuat skenario belajar supaya mereka paham Aljabar.
Sedangkan akhlak, sedikit sekali masuk dalam pembelajaran.

Aku terlalu perfect mengejar siswa yg remedial, sedangkan kepedulian mereka kurang diasah.

Diri ini begitu ketat dalam memberi tugas, tapi sangat longgar dalam menguatkan adab.

Evaluasi tertulisnya adalah harus ada takaran yang pas dalam pembelajaran, agar adab dan kemampuan berpikir logis mereka tetap beriringan.
*Subang, 9 April 2018

Penulis: Abdul Rosyid (Alumni FKIP Unpas, Angkatan 2011 Program Studi Pendidikan Matematika)

Tautan link: https://www.facebook.com/abdul.rosid.7545/posts/1861394677205544