PRESTASI Widya Gustian, Ikatan Cinta dengan Karya Tulis Ilmiah, dari Kompetisi Lahir Prestasi Daftar Berita
Widya Gustian, Ikatan Cinta dengan Karya Tulis Ilmiah, dari Kompetisi Lahir Prestasi
CATEGORY:
Widya Gustian, Ikatan Cinta dengan Karya Tulis Ilmiah, dari Kompetisi Lahir Prestasi

Widya Gustian Ramadhanty saat menjadi Juara 3 Lomba Project Citizen di Universitas Negeri Malang. (Foto: Dok Pribadi)


BANDUNG, unpas.ac.id – Cogito ergo sum, saya berpikir maka saya ada. Begitulah motto hidup yang dipegang Widya Gustian Ramadhanty, mahasiswi berprestasi jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Pasundan.

Mahasiswi asal Bandung yang akrab disapa Widya ini telah beberapa kali meraih penghargaan, khususnya di bidang kepenulisan. Sejak 2019, Widya aktif menulis esai maupun Karya Tulis Ilmiah (KTI).

“Saya dari kecil memang suka menulis. Tapi, mulai menulis esai karena terinspirasi salah satu dosen di jurusan saya. Pertama kali saya ikut lomba KTI sekitar April 2019 dan langsung menyabet juara 2. Dari situ, saya ketagihan menulis dan sekarang menjadi kesibukan saya,” katanya ketika diwawancara, Selasa (16/3/2021).

Menurut Widya, dengan menulis esai, ia dapat menyalurkan pikirannya menjadi sebuah karya. Terlebih jika tulisannya dimuat di media atau mengantarkannya memenangkan kompetisi.

Meski di tengah situasi pandemi, Widya tak mau melewatkan waktunya tanpa menghasilkan karya. Selain menggarap skripsi, saat ini Widya juga disibukkan dengan menyiapkan tulisan untuk konferensi dan publikasi Scopus.

“Sekarang saya sedang menggarap tulisan buat Scopus bersama dosen. Selain itu, sedang menyiapkan paper untuk International Conference on Humanities, Education, Law, and Social Sciences (ICHELSS) di Universitas Negeri Jakarta, dan melakukan penelitian bersama salah satu dosen di jurusan,” terangnya.

Dalam membuat esai, kata Widya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya menyesuaikan tema dengan judul esai, membuat isi semenarik mungkin, dan didasarkan pada hasil penelitian.

Tak hanya esai kewarganegaraan, Widya juga mengangkat tema-tema politik dan hukum. Menurutnya, Pancasila dan kewarganegaraan tidak sebatas kurikuler atau pembelajaran di sekolah, melainkan meliputi banyak aspek.

“Pancasila dan kewarganegaraan itu juga ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, saya juga mengangkat tema politik, hukum, etnografi, dan budaya dalam esai saya. Seperti sekarang saya sedang menggarap tulisan Lamin Dayak Meratus (rumah adat Dayak Meratus),” tambah Widya.

Berkat kecintaannya pada esai dan KTI, Widya berhasil menyabet gelar juara pada sejumlah kompetisi karya tulis tingkat nasional.

Sepanjang 2019, Ia tercatat pernah meraih Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN) di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta, memperoleh Golden Scholarship dari One Asia Foundation Jepang.

Selain itu, Finalis LKTIN di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Juara 1 Lomba Cipta Puisi di ULM Banjarmasin, dan Juara 3 Lomba Project Citizen di Universitas Negeri Malang.

“Alhamdulillah, pada Oktober 2020 saya terpilih sebagai Juara 1 Lomba Esai Kewarganegaraan Tingkat Nasional di Universitas Negeri Yogyakarta,” imbuhnya.

Disinggung soal strategi memenangkan perlombaan, Widya mengatakan tak ada kiat-kiat khusus. Terpenting adalah doa dan usaha, diimbangi dengan menyiapkan tulisan, membuat bahan presentasi yang menarik, mempresentasikan secara jelas, serta menjawab pertanyaan juri sebaik mungkin.

Menjadi mahasiswi produktif dan berprestasi meski dalam kondisi sebagai penyintas bipolar tak menyurutkan impian Widya untuk menjadi guru besar di perguruan tinggi. Mahasiswi ambisius dan senang bergaul ini berniat melanjutkan studi S2, segera setelah lulus sarjana.

“Saya itu ambisius, optimis, perfeksionis, tapi senang bergaul. Saya bercita-cita menjadi seorang guru besar, bahkan kalau bisa di luar negeri. Walaupun saya punya gangguan bipolar yang bikin mood naik turun, tapi itu yang menjadikan saya bertekad untuk sukses” katanya.

Ia berpesan kepada mahasiswa dan mahasiswi di seluruh perguruan tinggi untuk terus mengembangkan potensi diri, karena setiap orang memiliki kelebihannya masing-masing.

“Jangan menjadikan mood sebagai alasan untuk tidak produktif. Sebagai mahasiswa, kita harus sadar akan hak dan kewajiban kita. Sadari potensimu, ayo kita berkembang,” tutupnya. (Reta Amaliyah S)*